Minggu, 10 Juli 2011

Prita, Jangan Putus Asa...


Anggota Komisi Hukum DPR RI, Eva Sundari dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, meminta Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS Omni Internasional tetap melakukan upaya hukum terkait kasusnya. Mahkamah Agung memutuskan Prita bersalah dan divonis enam bulan penjara karena dinilai terbukti melakukan pencemaran nama baik. Hal ini tertuang dalam putusan MA bernomor 822 K/PID.SUS 2010 atas kasus tindak pidana informasi elektronik. Majelis hakim agung yang memutuskan perkara tersebut adalah Zaharuddin Utama, Salman Luthan, dan Imam Harjadi.

"Prita jangan putus asa. Upaya hukum harus dimaksimalkan. Jika perlu, permohonan peninjauan kembalinya dua kali," kata Eva kepada Kompas.com, Sabtu (9/7/2011). Eva berharap, Prita dan kuasa hukumnya menjernihkan perkaranya melalui permohonan peninjauan kembali (PK). Eva berpendapat, putusan kasasi MA terkait pidana kontradiktif dengan putusan kasasi perdata.

Sebelumnya, pada Oktober 2010, MA mengabulkan permohonan kasasi gugatan perdata Prita melawan Rumah Sakit Omni Internasional. Dengan vonis itu, Prita dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi yang diajukan rumah sakit tersebut. "MA mengabulkan permintaan Prita dengan termohon RS Omni Internasional. Putusannya, Nomor 300K/2010," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi, Oktober 2010.

"MA memenangkan Prita pada kasasi perdata. Tapi, pada kasasi pidana, MA mengalahkan Prita. Ini tertib logikanya di mana?" kata Eva.

Politisi ini mengatakan, MA seharusnya menggunakan putusan kasasi perdata sebagai referensi dalam memutuskan kasasi pidana. Tak tertutup kemungkinan, kata Eva, ada koordinasi yang tidak bagus antara kompartemen perdata dan pidana di tubuh MA. "Selain itu, MA juga seharusnya mempertimbangkan gerakan koin Prita oleh masyarakat luas," katanya.

Putusan MA janggal

Secara terpisah, Prita menyebutkan adanya kejanggalan dalam putusa MA tersebut. "Ada kejanggalan dalam keputusan MA terhadap kasus yang pernah saya alami," kata Prita, yang ditemui di kediamannya di Jalan Kucica III Nomor 3 RT 02/RW 11 Blok JG 8, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Sabtu (9/7/2011).

Prita menilai putusan itu janggal karena sudah selesai sejak setahun lalu, tetapi kini dilanjutkan kembali. Dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri Tangerang ketika itu, ibu tiga anak ini divonis bebas dari hukuman, tetapi saat sidang tertutup yang dilakukan MA, keputusan tersebut berubah. Apalagi, dalam keputusan tersebut Prita divonis pidana kurungan enam bulan penjara. "Keputusan ini jelas membuat saya terpukul bersama keluarga. Apalagi, anak saya yang ketiga akan berusia satu tahun pada 21 Juli," katanya.

Prita mendapat informasi mengenai dilanjutkannya kasus tentang pencemaran nama baik RS Omni dari kuasa hukumnya, Slamet Yuwono. "Sekitar pukul 14.00, saya mendapat telepon dari Pak Slamet Yuwono yang merupakan kuasa hukum bahwa kasus tersebut dilanjutkan kembali," katanya.

Dari hasil pertemuan dengan kuasa hukum, Prita berencana mengajukan PK dengan harapan tidak menjalani hukuman pidana. Meskipun kuasa hukumnya telah mengingatkan bahwa langkah PK yang akan diajukan tidak akan memengaruhi putusan MA. "Saya sangat berharap agar vonis bagi saya ditinjau atas dasar tugas saya sebagai ibu rumah tangga yang mengasuh anak-anak," katanya.

Hingga saat ini, Prita belum melihat salinan surat dari MA dan belum mengetahui kapan vonis pidana tersebut akan dilaksanakan, termasuk kuasa hukumnya. "Belum ada informasi tentang putusan itu, saya mengetahui dari kuasa hukum dan media," ungkapnya. 

Sumber : Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar