Minggu, 17 Juli 2011

Kisah Abu Nawas : Menilai Syair

Suatu hari Abu Nawas disuruh permaisuri memberi penilaian tentang syair karya putranya yang bodoh dan pemalas.
Karena obyektif, Abu Nawas pun menilai kalau karya sastranya jelek.
Mendengar hal itu, putra permaisuri marah dan memenjarakan Abu Nawas.

Kisahnya...
Baginda Raja Harun Al Rasyid mempunyai dua orang putra dari permaisurinya.
Putra pertama bernama Al Amin dan putra kedua bernama Al Makmun.
Al Amin ternyata sangat bodoh dan pemalas, sedangkan Al Makmun terkenal rajin dan pintar dalam ilmu dan sastra.

Raja sangat menyukai Al Makmun karena kecerdasannya tersebut, dan tentu saja ini membuat sang permaisuri tidak suka lantaran sang raja dianggap pilih kasih.
Padahla kduanya kan sama putranya.
"Suamiku, kenapa Anda tidak begitu menyayangi Al Amin," tanya permaisuri Zubaidah.
"Karena ia tidak bisa membuat syair dan tidak kenal sastra," jawab baginda raja.
"Suamiku, sebenarnya kalau mau, Al AMin akan menguasai ilmu sastra daripada saudaranya.
Sebenarnya ia lebih cerdas, ia hanya malas saja," kata permaisuri.
"Kalau begitu biar besok aku panggil Abu Nawas untuk menguji syairnya," tambahnya.

Syair Yang Buruk.
Pagi buta Abu Nawas sudah muncul di istana memenuhi panggilan sang permaisuri.
"Abu Nawas, coba kamu dengarkan karya syair putaku ini," kata sang permaisuri dengan bangga.

Al Amin lalu membacakan beberapa bait syair sebagai berikut,
"Kami adalah keturuna Bani Abbas, kami duduk di atas kursi."

Abu Nawas hampir tidak kuat menahan tawanya mendengar syair tersebut.
"Bagaimana," tanya Al Amin kepada Abu Nawas.
"Syair macam apa itu," jawab Abu Nawas.

Al Amin marah sekali mendengar cemooh Abu Nawas tersebut.
Ia lalu menyuruh seorang pasukan istana untuk menangkap dan memasukkan Abu Nawas ke dalam penjara.
Selama beberapa hari Abu Nawas tidak pernah muncul di istana, sehingga Raja Harun Al Rasyid merasa rindu.
Belakangan, raja mendengar kabar bahwa Abu Nawas dimasukkan penjara oleh Al Amin.
Ia kemudian mengajak putranya itu ke penjara untuk menjenguk Abu Nawas.

"Kenapa kamu memenjarakannya," tanya Baginda kepada Al Amin sambil menceritakan apa yang terjadi.
"Yang sangat menyakitkan ia telah bernai mencemooh syair karyaku, ayahanda," kata Al Amin.
"Tentu saja karena memang karya syairmu jelek.
Dia itu kan memang seorang penyair hebat, jadi bisa menilai mana karya syair yang bagus danyang tidak bagus," kata sang Raja menasehati.
"Baik, kalau begitu beri lagi aku kesempatan untuk memperbaiki karya syairku," kata Al Amin sambil beranjak pergi.

Memilih Penjara.
Untuk kedua kalinya, Al Amin pergi untuk mengasah syairnya.
Esoknya, pagi-pagi sekali baginda raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas dan beberapa penyair sudah berada di istana.
Rupanya pertemuan itu sudah diatur oleh permaisuri Zubaidah.

Ia ingin mereka mendengarkan karya syair putranya yang baru saja pulang mendalami ilmu sastra.
Al Amin pun mulai membaca karya syairnya,
"Hai binatang yang duduk bersimpuh, rasanya tidak ada yang setolol kamu, kamu seperti hidangan yang diolesi minyak sapi kental, seperti warna seekor kuda belang."

Begitu selesai mendengar syair tersebut, Abu Nawas langsung bangkit dan hendak berlalu dari tempatnya.
"Kemana kamu, Abu Nawas?" ytanya raja Harun Al Rasyid.
"Aku lebih suka balik ke penjara saja daripada mendengar syair macam ini.
Toh sebentar lagi putramu ini pasti akan menyuruh polisi untuk membawaku ke sana," jawab Abu Nawas.

Raja pun tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Abu Nawas itu.
Sementara sang permaisuri Zubaidah hanya bisa duduk bengong.

Hikmah yang bisa diambil dari kisah Abu Nawas yang satu inia dalah:
Setiap orang tua tidak boleh pilih kasih kepada anak-anaknya.
Orang yang berilmu tinggi sudah seharusnya memberi pelajaran kepada orang yang bodoh, dan bukannya malah mencemooh.
Setiap masalah bisa diselesaikan dengan cara bijak dan kekeluargaan, jangan asal ambil cara hukum yang didahulukan.

Kisah Abu Nawas : Memeras Pemeras

Kisah Abu Nawas kali ini mencoba menyuguhkan tentang cara Abu Nawas untuk memeras pemeras, seorang pegawai pemerintah yang telah berani mencoba memeras Abu Nawas.
Jangan ditiru ya tabiat dari pegawai pemerintahan yang satu ini.

Kisahnya..
Al Kisah pada waktu itu banyak sekali rakyat jelata yang ingin mendapatka hadiah besar dari Sang Raja.
Karena sudah menjadi aturan kerajaan, bagi siapa saja yang bisa membawakan berita bagus untuk Raja, maka ia akan mendapat hadiah yang sangat besar.
Tentu saja harulah Baginda senang mendengaranya...
Kalau tidak....Pancung hukumannya.

Dari itu, tidak semua orang berani begitu saja menghadap dan menyampaikan berita hangat kepada Baginda.
Ha ha... ini si Abu Nawas sukanya mencari uang untuk dibagikan kaum fakir miskin, mulai tergerak hatinya karena tetangga sebelah rumah banyak yang fakir dengan gaji pas-pasan lagi.

Memang Abu Nawas ini terkenal sebagau manusia dengan segudang ide.
Dia bermaksud ke istana untuk menyampaikan sebuah berita yang amat menarik.
Abu Nawas yakin kalau yang akan disampaikannya pasti akan membuat Baginda girang, karena berita ini jarang diketahui orang.

Di suatu pagi yang cerah, Abunawas berangkat sendirianmenuju istana.
Tetapi semuanya tidak seperti yang dibayangkan semula karena ia harus berhadapan dengan pengawal, penjaga pintu gerbang istana.
Penjaga itu yakin bahwa Abunawas adalah orang yang sangat cerdik, bahkan paling cerdik di negerinya.
Dari itu, tidak mungkinlah Abunawas gagal untuk menyenangkan hati Baginda, guman si penjaga gerbang.

Penjaga itu berlagak acuh tak acuh berkata kepada Abu Nawas.
"Wahai Abunawas, engkau akan aku ijinkan masuk asalkan engkau berjanji terlebih dahulu kepadaku," kata penjaga pintu gerbang itu.
"Janji apa?" Abunawas pura-pura tak tahu.
"Engkau harus berjanji kepadaku bahwa apapun hadiah yang engkau terima harus dibagi sama rata denganku," kata penjaga pintu gerbang istana.
"Baiklah...," kata Abu Nawas jengkel.

Setelah Abu Nawas menjanjikan separo hadiah yang akan diterimanya dari Baginda barulah penjaga itu mengijinkan Abunawas masuk.
Kejengkelan Abu Nawas terhadap penjaga gerbang yang nakal ini berubah menjadi dendam yang berkobar-kobar.
Akhirnya Abu Nawas mempunyai ide untuk memberikan pelajaran berharga buat pengawal, penjaga pintu gerbang istana itu.

Setelah masuk istana, Baginda Raja Harun al-Rasyid merasa sangat senang.
Rasa senang ini sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam.
Setelah Abu Nawas menyampaikan berita yang amat langka dan jarang diketahui oelh manusia, Baginda pun mersa sangat senang dan puas.
Baginda merasa belum pernah mendengarnya, hingga seolah-olah ia telah menjadi orang yang paling beruntung di dunia.

"Wahai Abu Nawas, kali ini tentukanlah sendiri hadiah yang engkau inginkan," kata Baginda.
"Terima kasih, paduka junjungan hamba.
Bila diperkenankan memilih hadiah, maka hamba meminta seratus cambukan," jawab Abu Nawas.

Tentu saja Baginda bertanya-tanya dalam hati, merasa kaget dan heran.
Tetapi Baginda yakin bahwa Abu Nawas pasti mempunyai maksud tertentu di balik itu.
Dari itu, Baginda memanggil algojo kerajaan dan berpesan jangan terlalu keras kalau mencambuk Abu Nawas.

Algojo sudah siap dengan cambuk di tangan.
Abu Nawas dipersilahkan maju.
Sesuai dengan pesan dari Baginda, algojo itu mencambuk Abu Nawas dengan pelan.
Tepat pada hitungan ke limapuluh Abu Nawas berteriak,

"Berhenti....!!!"

Baginda kaget.
Beliau bertanya kepada Abu Nawas.
"Mengapa engkau minta hukuman cambuk dihentikan. Bukankah engkau sendiri yang memintanya?" kata Baginda belum mengerti.

"Paduka yang mulia, sebenarnya penjag pintu gerbang istana telah melarang hamba untuk masuk kecuali hamba mau berjanji membagi sama rata hadiah apapun yang akan hamba terima.
Kini hamba mohon sisa hukuman itu dibebankan kepada penjaga pintu gerbang itu, wahai Paduka yang mulia," kata Abu nawas menjelaskan.

Haa...
Bukan kepalang murka Baginda.
Tanpa banyak bicara lagi, pengwal itu dipanggil untuk masuk.
Baginda berpesan kepada algojo untuk melanjutkan hukuman lecut kepada pengawal yang zalim itu dengan sabetan yang sangat keras, sekeras-kerasnya.

Algojo dengan suka cita menerima titah Baginda.
Tak mengherankan jika pengawal itu hampir pingsan terkena lecutan keras itu.
Abu Nawas merasa sangat senang berbagi lecutan dengan pengawal ini.

Namun demikian, Abu Nawas belum juga puas,karena harusnya dia mendapat hadiah dari Baginda.
Hari berikutnya, Abu Nawas menemui pengawal itu dan berkata,
"Tahukah engkau apa yang bisa akulakukan terhadap dirimu kapanpun aku mau?" ancam Abu Nawas.
"Tidak," jawab pengawal itu ketakutan.
"Karena engkaulah aku tidak membawa hadiah apa-apa kecuali lecutan. Kalau engkau tidak mau mengganti hadiah yang mestinya aku terima maka aku akan mengadukan kepada Baginda," kata Abu Nawas yang mengetahui kalau pengawal ini suka terima suap juga dari orang lain.

Karena takut, maka pengawal itu bersedia menjual ladang hasil kecurangannya di masa lalu.
Dan selanjutnya ia memohon kepada Abu Nawas agar tidak mencelakakan dirinya lagi.
Abunawaspun setuju.

Akhirnya....
Dengan dari hasil penjualan ladang milik pengawal, uangnya dibagikan kepada yang membutuhkan, terutama tetangganya yang miskin tadi.
Agaknya masih bisa dilanjutkan, lain kali ketemu dengan Cerita ABU NAWAS yang lain.
(maaf jika ada kata yang kurang berkenan dan menyinggung hati para pembaca.
Ini hanya sebuah Kisah, cerita dan dongeng belaka).


Kisah Abu Nawas : Menepati Nazar

Lagi-lagi kisah mengenai Abu Nawas tidak ada habisnya untuk dibaca,hal itu dikarenakan karena Abu Nawas sangat cerdik.
Seperti kisah yang berikut ini, dimana kecerdikan Abu Nawas diuji oleh sahabat lamanya Abdul Hamid.
Ia telah meminta bantuan kepada Abu Nawas dlam hal mencari tanduk kambing yang besarnya sejengkal manusia untuk memenuhi nazar Abu dul Hamid.

Kisahnya...
Dahulu di Negeri Persia hiduplah seorang lelaki bernama Abdul Hamid AL Kharizmi.
Lelaki ini adalah seorang saudagar kaya raya di daerahnya. Namun sayang, ia belum juga dikarunia seorang anak meskipun usia pernikannya sudah mencapai lima tahun.

Pada suatu hari, setelah shalat Ashar di masjid, ia bernazar,
"Ya Allah...jika Engkau mengaruniaku seorang anak, amak akan kusembelih seekor kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia."

Tanpa diduga, setelah ia pulang dari masjid, istrinya yang bernama Zazariah berteriak sambil memeluknya ketika Abdul Hamid sampai di depan pintu rumah,
"Wahai suamiku...Ternyata Allah sduah mengabulkan doa kita selama ini, aku hamil," ungkap istrinya.
Saat itu Abdul Hamid tampak bingung.

Minta Bantuan Abu Nawas.
Pasangan suami istri itu sangat bahagia. Abdul Hamid sangat menyayangi dan meperhatikan istrinya saat ia hamil. Setelah sembilan bulan lamanya, akhirnya istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu yang diberi nama Abdul Hafiz.

Beberapa minggu setelah kelahiran anaknya, ia teringat akan nazar yang telah diucapkan di masjid dahulu, yaitu menyembelih kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia. Namun setelah dicari ke seluruh pelosok, kambing yang dia maksud belum ketemu juga.

Dia merenung, dan tiba-tiba saja ia teringat akan teman lamanya yang bernama Abu Nawas, seorang sahabat yang sangat cerdik. Ia menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Abu Nawas.
Setelah beberapa hari mencari, anak buah Abdul Hamid menemukan juga rumah Abu nawas karena Abu Nawas ini orang yang sangat terkenal di jamannya.

Sesampainya di rumah Abu Nawas, anak buah Abdul Hamid menceritakan kejadian yang dialami oleh majikannya.
"Baiklah, aku akan pergi ke sana, tapi tunggu, aku akan berpamitan dulu dengan istriku," kata Abu Nawas kepada anak buah Abdul Hamid.
Abu Nawas pun berangkat bersama anak buanya Abdul Hamid,meskipun dia belum menemukan akal untuk memecahkan masalah yang dialami oleh sahabatnya.

Sesampainya di Persia, Abu Nawas disambut oleh Abdul Hamid dan istrinya. Setelah menceritakan maslah yang menimpanya, Abu Nawas berkata,
"Berilah aku waktu semalam saja untuk berfikir. Besok pagi akan aku beri jawabannya."
Setelah itu Abu Nawas dipersilahkan untuk beristirahat di kamrnya.

Semalam suntuk dia tak bisa tidur, untuk mencari akal mengenai jawaban yang akan diberikan kepada sahabatnya besok pagi. Setelah bebrapa jam memeras otak, akhirnya dia tidur juga malam itu, yang menandakan bahwa jawaban telah dia temukan.

Kisah Abu Nawas : Panah Pembawa Rezeki

Abu Nawas memang cerdik, msekipun tak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan titah sang raja, namun dia selalu berhasil melaksanakan tugasnya. Dan hadiah selalu menanti, sungguh rezeki yang tak disangka.

Suatu ketika Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk makan bersama. Maka berangkatlah para pengawal kerajaan untuk menjemput Abu Nawas di rumahnya. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas telah sampai di istana dengan pakaian sederhana saja.
Abu Nawas langsung diajak berbincang di sebuah pendapa dengan berbagai jamuan makanan lengkap dengan minuman yang segar.

Melihat begitu banyaknya makanan, Abu Nawas pun sangat lahap menyantap makanan yang dihidangkan kepadanya. Sementara itu, raja masih meneruskan perbincangannya dengan Abu Nawas tentang kekuasaannya.

Raja Harun Dihargai 100 dinar.
Raja Harun bercerita kepada Abu Nawas terkait dengan luasnya wilayah yang telah dipimpinnya. Namun Abu Nawas nampak tidak menggubris malah dia sibuk dengan makanan yang tersaji di hadapannya.
Tak Lama kemudian, raja mulai melontarkan berbagai pertanyaan kepada Abu Nawas.

"Hai Abu Nawas, kalau setiap benda ada harganya, berapakah harga diriku ini?" tanya raja.
Abu Nawas yang masih dalam kondisi kekenyangan setelah makan makan, menjawab sekenanya tanpa berpikir panjang.
"Hamba kira, mungkin sekitar 100 dinar saja Paduka," jawab Abu Nawas.
"Terlalu sekali engkau Abu Nawas, harga sabukku saja 100 dinar," bentak raja.

"Tepat sekali Paduka, memang yang saya nilai dari diri Paduka hanya sebatas sabuk itu saja," ujar Abu Nawas.
Karena merasa tak ingin dipermalukan oleh Abu Nawas karena kecerdikannya, kali ini raja tidak mau lagi mengambil resiko dengan beradu pendapat lagi.
Oleh karena itu, Abu Nawas diajak menuju ke tengah-tengah prajuritnya yang merupakan ahli beladiri dan ketangkasan.

"Ayo Abu Nawas, di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuan memanahmu. Panahlah sekali ini saja, kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah akan menantimu. Tapi kalau gagal, engkau akan aku penjara," kata raja.

Abu Nawas Mendapat Hadiah.
Abu Nawas pun bergegas mengambil busur dan anak panah. Dengan memantapkan hati, Abu Nawas membidik sasaran dan mulai memanah. Namun panahnya meleset dari sasaran.
"Dari pengamatan saya, ini adalah gaya memanah para makelar tanah," ujar Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya.

Sesaat kemudian, Abu Nawas mencabut sebuah anak panah lagi dan membidik sasaran. Lagi-lagi anak panah yang dibidikkan itu melesat terlalu jauh dari sasaran.
"Kalau yang ini Paduka, ini gaya Juragan Buah kalau sedang memanah," sahut Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya yang kedua.

Untuk yang ketiga kalinya, Abu Nawas kembali mencabut anak panah dan mulai membidiknya. Namu kali ini kebetulan anak panah yang dibidikkan tersebut mengenai sasaran.
"Nah yang ini Paduka, ini baru gaya Abu Nawas kalau sedang memanah, saya pun menunggu hadiah yang Paduka janjikan," kata Abu Nawas dengan gembira.

Dengan tak bisa menyembunyikan tawanya, Paduka Raja lantas memberikan hadiah kepada Abu Nawas. Dengan kecerdikannya bermain kata-kata yang masuk logika akhirnya Abu Nawas mendapat hadiah, dia pun langsung mohon diri karena tak sabar untuk memberikan hadiah itu kepada istrinya.

Kisah Abu Nawas : Jumlah Bintang di Langit

Abu Nawas memang dikenal memiliki otak yang cerdas.
Karena kederdasan yang ia miliki ini, ia dinobatkan sebagai orang terbijak di desa tempat ia tinggal.
Salah satu bukti kedersan yang ia miliki adalah mampu menghitung jumlah bintang yang ada di langit.


Read more: Jumlah Bintang di Langit | KISAH ABU NAWAS http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/06/jumlah-bintang-di-langit.html#ixzz1SIO1iTug Pada suatu hari, ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Tak jelas apa yang menuntun ketiga orang bijak tersebut hingaa sampailah mereka pada suatu hari di desa Abu Nawas tinggal.

Tanpa basa-basi lagi, dengan alasan waktu yang sangat mendesak, ketiga orang tersebut meminta beberapa warga untuk mengajukan diri agar mau menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh ketiga orang bijak tersebut. Semua pun menggelengkan kepala tanda tak mampu menjawab.

Tanya Jawab
Namun tak lama kemudian, orang-orang desa pun menyodorkan Abu Nawas sebagai wakil orang-orang bijak untuk mewakili desa mereka. Abu Nawas dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa yang menonton percakapan itu seputar tanya jawab.

Orang bijak pertama bertanya kepada Abu Nawas,
"Dimanakah sebenarnya pusat buni?"
"Tepat di bawah telapak kaki saya, Saudara," jawab Abu Nawas.
"Bagaimana bisa Saudara buktikan hal itu?" tanya orang bijak pertama tadi.
"Kalau tidak percaya, ukur saja sendiri," jawab Abu Nawas enteng.

Orang bijak yang pertama tadi diam tak bisa menjawab.
Melihat orang bijak pertama tadi kalah oleh Abu Nawas, tiba giliran orang bijak kedua yang mengajukan pertanyaan.
"Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?" tanyanya.

"Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini," jawab Abu Nawas

"Bagaimana bisa Saudara buktikan tentang hal itu," tanya orang bijak kedua.
"Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai ini, dan nanti Saudara akan tahu kebenarannya," jawab Abu Nawas dengan enteng tanpa dosa.
"Kalau itu sih bicara ngawur, bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai?" tanya orang bijak kedua lagi.

"Nah...kalau saya ngawur, kenapa Saudara juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?" sanggah Abu Nawas.
Mendengar jawaban itu, si orang bijak kedua pun tidak bisa melanjutkan pertanyaannya lagi.

Orang Terbijak
Mengetahui kedua temannya tak berdaya atas setiap jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas, maka orang bijak yang ketiga pun mengajukan pertanyaan.
Diantara ketiga orang bijak itu, orang ketiga inilah yang katanya paling bijak.
Dirinya benar-benar terusik oleh setiap jawaban cerdik yang diberikan oleh Abu Nawas.

"Tampaknya Saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba Saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada di ekor keledai itu," tanya orang bijak ketiga itu dengan ketusnya.
"Saya tahu jumlahnya, jumlah bulu yang ada pada ekor keledai saya ini sama dengan jumlah rambut yang ada di janggut Saudara," jawab Abu Nawas dengan ketus pula.

"Bagaimana Saudara bisa buktikan hal itu?" tanya orang bijak ketiga lagi.
"Oh... kalau yang itu sih mudah, begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut Saudara. Nah...kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya yang keliru," jawab Abu Nawas dengan penuh semangat.

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung yang seperti itu.
Akhirnya orang bijak tersebut kembali ke negeri asalnya, dan sementara itu orang-orang desa yang meyaksikan semakin yakin bahwa Abu Nawas adalah orang terbijak diantara keempat orang tersebut.

Kisah Abu Nawas : Malu Kepada Pencuri

kali ini menyajikan kisah tentang sikap Abu Nawas dalam menghadapi pencuri. Abu Nawas yang kesehariannya hidup pas-pasan, masih ada didatangi oleh pencuri, mau mencuri apa ya si pencuri ini.
Suatu malam seorang pencuri telah membobol rumah Abu Nawas, dan beruntung, Abu Nawas melihatnya.
Tapi karena malu, Abu Nawas langsung bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan.

Abu Nawas diketahui oleh semua orang memang memiliki kebun yang luas, akan tetapi dirinya selalu berusaha tampil sederhana, hal itu ditunjukkan dengan rumahnya yang hanya beralaskan ubin sederhana dan tak tampak barang-barang mewah semacam guci keramik ataupun benda berharga lainnya.

Tapi entahlah, apa yang membuat seseorang berusaha masuk ke dalam dengan maksud mendapatkan benda-benda berharga. Dengan langkah perlahan, si pencuri masuk ke rumah Abu Nawas melalui pintu belakang secara diam-diam.

Abu Nawas Bersembunyi
Ya ampun....si pencuri berhasil masuk ke dalam rumah Abunawas dan langsung menuju ruang tengahnya.
Dengan sigap, pencuri yang beraksi sendirian tersebut lantas memandangi satu persatu barang berharga yang ada di ruangan. Pencuri tersebut langsung mengaduk-aduk isi rumah Abu Nawas.

Seperti kebanyakan para pencuri lainnya, si pencuri juga mencari uang atau pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas. Dia membuka lemari, laci-laci, mencari di kolong-kolong, dan di tempat lainnya. Tapi ia tidak menemukan satu pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas.

Semua bagian ruangan di rumah Abu Nawas pun diperhatikannya dengan baik-baik. Setiap sudut ruangan pun tak luput dari pandangannya demi mendapatkan barang berharga milik Abu Nawas.
Tapi tampaknya gerak-gerik si pencuri ini diketahui oleh Abu Nawas.
Hanya saja, mengetahui rumahnya didatangi pencuri, Abu Nawas bukannya berteriak minta tolong, dirinya malah bersembunyi di sebuah kotak besar yang berada di sudut ruangan dengan harapan si pencuri tidak mengetahui keberadaannya.

Tangan Hampa
Si pencuri ini sangat leluasa mencari barang berharga di rumah Abu Nawas, namun hampir selama 1 jam si pencuri tidak menemukan satu barang pun yang berharga.
Pencuri hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Abu Nawas tersebut, tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang teletak di sudut ruangan kamar Abu Nawas.

Si pencuri sangat senang karena dia yakin kalau dalam kotak itulah disimpan harta benada yang dia cari. Dalam angan-angannya, di dalam kotak besar tersebut tersimpan beberapa batang emas ataupun beberapa butir mutiara yang jika dijual akan menghasilkan banyak uang yang dapat digunakannya untuk berfoya-foya.

Walaupun kotak besar itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut.
Hiyaa...pencuri dan Abu Nawas saling bertatapan muka dan kaget satu sama lain, dan pencuri sekaligus kecewa karena di dalam kotak besar itu juga tidak terdapat apa-apa kecuali Abu Nawas yang meringkuk di dalmnya.

"Hei...apa yang kau lakukan di dalam situ?" tanya si pencuri.
"Aku bersembunyi darimu," jawab Abu Nawas dengan malu.
"Memangnya kenapa?" tanya pencuri lagi.
"Aku malu kepadamu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan kepadamu. Itulah alasan kenapa aku bersembunyi di dalam kotak ini," jawab Abu Nawas lagi.

Setelah mendapat jawaban tersebut, si pencuri pun pergi meninggalkan rumah Abu Nawas begitu saja dengan tangan hampa, dengan perasaan kecewa dan heran, kenapa si Abu Nawas yang memiliki kebun luas kok bisanya tidak memiliki satupun barang berharga yang dimiliki.
Itulah Abu Nawas, dia tampil dengan sangat sederhana dalam kehidupannya namun dia selalu bersyukur kepada Allah SWT karena dia yakin kalau yang orang yang lebih fakir dari dia masih banyak.


Kisah Abu Nawas : Khutbah Jum'at

Kisah Abu Nawas kali ini akan menceritakan tentang khutbah shalat Jumat yang bertopik Api Neraka.
Abu Nawas dikenal sebagai mubaligh oleh tetangga dan warga sekitarnya, dan tak jarang ada orang yang berkunjung ke rumahnya hanya sekedar bersilaturrahmi dan meminta petunjuk agar usaha yang dijalankannya berjalan lancar dan diridhai Allah SWT.

Namun satu hal pesan dari Abu Nawas ini, bahwa Abu Nawas tak bisa memberikan janji, hanya saja dirinya mengingatkan agar selalu ingat kepada Allah SWT dengan jalan bersedekah.

Hari Jumat telah tiba, Abu Nawas yang ditunjuk menjadi imam sekaligus khatib untuk memberikan ceramah pun bersiap berangkat ke masjid.
Abu Nawas segera mandi dan berpakaian rapi.
Setelah berpamitan dengan istrinya, Abu Nawas lalu melangkahkan kakinya menuju masjid.

Tak lama kemudian, terdengar suara adzan.
Umat Islam khususnya laki0laki berbondong-bondong menuju masjid dan meninggalkan segala jenis aktifitasnya.
Para warga sangat senang dan antusias sekali karena biasanya ceramah dari Abu Nawas ini sangat sesuai dengan situasi terkini.

Namun belum lama Abu Nawas berkhutbah, dilihatnya banyak para jamaah banyak yang mengantuk, bahkan ada yang tertidur.
Melihat hal itu, Abu Nawas berteriak,
"Api Api Api," ujar Abu Nawas dengan keras.
Kontan saja para jamaah terbangun kaget, menoleh kiri dan kanan mendengar teriakan Abu Nawas itu.
Sebagian malah ada yang hanya saling pandang saja.

"Dimana apinya, dimana," teriak jamaah.

Abu Nawas yang melihat para jamaah terbangun dan panik, lantas Abu Nawas meneruskan khutbahnya tanpa peduli pertanyaan para jamaah mengenai letak apinya.
"Api yang dahsyat di neraka, bagi mereka yang lalai dalam beribadah," kata Abu Nawas dalam khutbahnya.

Setelah menyampaikan khutbahnya, Abu Nawas segera menutup bagian kedua khutbah dengan berdoa.
Sesaat kemudian, Abu Nawas kemudian memimpin shalat Jumat dengan khusyuk diikuti oleh para jamaah.
Para Jamaah tersadar dan masih ingat akan Api Neraka yang diucapkan oleh Abu Nawas tadi.



Kisah Abu Nawas ; Terpancing Emosi

Seorang teolog sakit, ia mendengar bahwa Abu Nawas itu seorang yang mistikus.
Dan dalam keadaannya yang setengah sadar, ia merasa ada sesuatu di dalam dirinya.
Akhirnya ia dikirimkan kepada Abu Nawas.

"Buatkan aku doa yang bisa membuatku memasuki dunia lain, bukankah engkau terkenal pandai dalam berhubungan dengan dimensi lain," kata teolog.
"Dengan senang hat," kata Abu Nawas.

"Tuhan...tolonglah aku, setan...tolonglah aku," ujar Abu Nawas.
Lupa dengan rasa sakitnya, teolog ini bangkit dari duduknya karena tersinggung luar biasa.
"Abu Nawas, kamu pasti sudah gila," kata teolog ini.
"Tidak sepenuhnya sahabatku, seseorang yang berada dalam kondisi seperti engkau ini, tidak akan mampu menangkap kesempatan.
Jika ia melihat dua alternatif, ia mencoba membuktikan yang mana yang berhasil."

Abu Nawas Kehilangan Sorban

Suatu ketika Abu Nawas kehilangan sehelai sorbannya.
Temannya bertanya,
"Wahai Abu Nawas, apakah kamu tidak sedih telah kehilangan sorban?"
"tidak, aku optimis dan kamu telah melihat sendiri bahwa aku telah menawrkan hadiah setengah keping uang perak bagi siapa saja yang berhasil menemukannya."

"Tetapi penemunya tentu tidak akan mengembalikan sorbanmu, karena hadiah yang kamu berikan tidak sebanding dengan nilai sorban yang seratus kali lipat itu."
Abu Nawas pun menjawab,
"Sudah aku pikirkan hal itu, aku juga membuat pengumuman bahwa sorban yang hilang itu kondisinya kotor sekali dan tua, berbeda dengan yang sebenarnya."


Kamis, 14 Juli 2011

Liberal Lebih Iblis daripada Iblis


Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
Ketua umum DPP Front Pembela Islam

Pada hari Selasa 22 Februari 2011, KH. Hasyim Muzadi saat menjadi keynote speaker dalam acara Harlah NU ke-88 yang digelar PWNU Jawa Timur di Surabaya, beliau menyatakan dengan santai tanpa beban bahwa Liberal Indonesia kalau ke Amerika masih dianggap ”kurang kafirnya”, para peserta pun tertawa mendengar gurauan tersebut. Satu canda yang dalam sekali, bahkan bagi saya dan kawan-kawan FPI yang ikut hadir sebagai undangan, itu bukan sekedar guyonan, tapi satu pukulan telak dan tusukan mendalam yang memposisikan Liberal di tempat yang semestinya. Vonis kafir untuk Liberal bukan serampangan tak berdasar. Dan Fatwa sesat dari MUI terhadap Liberal bukan ijtihad sembarangan. Serta kesimpulan bahwa Liberal adalah musuh besar Islam bukan kesimpulan berantakan. Begitu pula pernyataan bahwa Liberal lebih Iblis dari pada Iblis bukan pernyataan asal-asalan. Akan tetapi semua itu sudah melalui proses pengkajian mendalam, cermat dan teliti terhadap semua produk pemikiran Liberal, baik di tingkat nasional mau pun internasional.

Melalui tulisan yang lalu, saya sudah memaparkan bahwasanya Liberal merupakan gabungan berbagai virus yang mematikan akal dan nalar serta membunuh iman, yaitu virus-virus Relativisme, Skeptisisme, Agnostisisme dan Atheisme, yang mengakibatkan komplikasi dari berbagai penyakit pemikiran yaitu Pluralisme, Sekularisme, Materialisme dan Rasionalisme, yang secara berurut bisa disebut sebagai kanker pemikiran stadium satu hingga empat.

Pada tulisan yang lalu juga telah diuraikan rincian laporan Setara Institute tahun 2010 yang sangat anti Islam lengkap dengan halamannya, sebagai bukti bahwa saya tidak sedang berbohong, apalagi memfitnah tentang kesesatan Liberal, sekaligus bukti bahwa saya membaca dengan cermat dan sangat memahami kebobrokan pemikiran Liberal. Kini, sejumlah fakta dan data lain akan saya ungkapkan untuk lebih mempertegas kesesatan Liberal.

Jadi, melalui tulisan tersebut dan tulisan kali ini, saya bukan sedang mencaci-maki Liberal, tapi tepatnya sedang menelanjangi kesesatan dan kebobrokan Liberal, sekaligus menjadi saham perjuangan untuk membela Islam. Insya Allah.

LIBERAL DAN PENODAAN AGAMA

Nashr Hamid Abu Zaid pentolan Liberal asal Mesir, yang telah dikafirkan oleh Ulama Mesir dan divonis Hukum Mati oleh Mahkamah Mesir, lalu melarikan diri ke Barat, di Indonesia justru dinobatkan sebagai Imam Kaum Liberal. Nashr Hamid merupakan rujukan utama Kaum Liberal dari kalangan yang mengaku ”Muslim Liberal”. Dalam buku karyanya yang berjudul Naqd Al-Khithaab Ad-Diinii, Nashr Hamid menyimpulkan bahwa semua ayat tentang hal-hal yang yang Ghaib seperti ‘Arsy, Al-Kursiy, Lauh, Qolam, Sorga, Neraka, Jin, Syetan, dsb, hanya merupakan Gambaran Mitologis yang sudah tidak rasional untuk zaman kontemporer. Karenanya, semua ayat tentang Alam Ghaib harus dita’wilkan secara Metafor, sehingga sesuai dengan alam Materialistik dan sejalan dengan Metode Ilmiah Modern. Dengan kata lain bahwa ayat tentang Alam Ghaib mesti dirasionalisasikan, karena agama harus sesuai dengan akal.

Jika semua masalah ghaib dianggap sebagai Mitos (Takhayul), maka konsekwensi ilmiahnya bahwa masalah ketuhanan pun pada akhirnya menjadi Mitos juga, karena justru masalah ketuhanan adalah masalah ghaib yang paling besar. Dan justru ciri utama orang yang muttaqin adalah beriman kepada yang ghaib, seperti beriman kepada Allah SWT, para Malaikat, Hari Qiyamat, Qodho dan Qodar, dsb. (QS.2. Al-Baqarah : 1-4).

Selanjutnya, jika Tuhan sudah dianggap sebagai Mitos maka akan mengantarkan kepada sikap Atheis yang anti Tuhan. Konsekwensi tersebut akhirnya terbukti, dalam Jurnal JUSTISIA yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo pada edisi 26 Th. XI 2004, di kolom Ekpresi dinyatakan bahwa Tuhan hanyalah sebuah Faith Identity (Identitas Keyakinan) bagi sebuah agama, yang kemudian direduksi oleh masing-masing agama dalam nama-nama : Allah SWT, Allah, Yesus, Sidarta Gautama, Yahwe, Brahma, Wisnu, Shiva, Laat, ‘Uzza, dsb. Disitu juga dinyatakan bahwa Atheis bukan anti Tuhan, melainkan anti Mitologi Ketuhanan atau Anti Rumusan Tuhan Tradisonal yang abstrak dan tidak rasional, sehingg perlu ada perumusan ulang tentang Tuhan berdasarkan Rasionalitas.

Jejak Liberal lainnya menunjukkan bahwa Gus Dur dan Cak Nur semasa hidup keduanya dimana-mana selalu mengkampanyekan bahwa semua agama sama dan semuanya benar serta semuanya menyembah Tuhan yang sama. Ulil Abshar di Majalah Gatra 21 Desember 2002 menyatakan bahwa semua agama sama dan semuanya menuju jalan kebenaran, sehingga Islam bukan yang paling benar. Dawam Rahardjo dalam Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pada Rabu, 25 Januari 2006 di Pekanbaru menyatakan bahwa pindah agama tidak murtad. Luthfi Syaukani di Harian Kompas 3 September 2005 menyatakan bahwa pada gilirannya, perangkat dan konsep agama seperti Kitab Suci, Nabi, Malaikat dan lain-lain tak terlalu penting lagi. Syafi’i Ma’arif dalam Majalah MADINA No.06 / Tahun I, Juni 2008, hal.9, membuat tulisan tentang kesamaan umat Islam, Nashrani dan Yahudi di mata Allah. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Islam dan Pluralisme mengaminkan pendapat bahwa semua agama menyembah Tuhan yang sama. Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya Ajaran dan Jalan Kematian Syeikh Siti Jenar menuliskan : ”Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri, terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya.”

Selain itu, Nashr Hamid sebagai Gembong Liberal beserta para begundalnya adalah kelompok yang paling getol mengkampanyekan paham-paham Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) yang telah dinyatakan sebagai paham sesat menyesatkan oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.7 Tahun 2005. Dalam rangka untuk mengetahui lebih jauh lagi kesesatan Liberal, maka berikut ini akan dipaparkan secara ringkas tentang kandungan dua buku paling kontroversial dari kalangan Liberal, yaitu : Fiqih Lintas Agama dan Lubang Hitam Agama.

Bahaya Isi Dari Buku: LUBANG HITAM AGAMA

Buku Lubang Hitam Agama karya Sumanto Qurtubi, seorang alumnus AIN Semarang, dengan pengantar Ulil Abshar Abdalla, dan diendos cover yang penuh pujian oleh Gus Dur, Moeslim Abdurrahman, Anif Sirsaeba Alafsana, Ahmad Tohari dan Trisno S Sutanto, yang diterbitkan oleh Ilham Insitute dan Rumah Kata pada tahun 2005.

Buku ini secara vulgar dan demonstratif serta konfontratif menunjukkan kesesatan dan permusuhannya terhadap Agama, Al-Qur’an, Nabi, Shahabat, Ulama dan Syariat Islam. Tidak diragukan lagi bahwa serangan penulis terhadap Islam dalam bukunya tersebut merupakan penistaan dan penodaan agama.
Penistaan terhadap Agama yang dilakukan penulis dalam buku tersebut antara lain : agama bukan produk Tuhan (hal.31), agama adalah penjajah budaya dan pemasung intelektual (hal.55 dan 58), agama mematikan akal dan nalar (hal.59), agama adalah sumber konflik dan pembawa bencana (hal.83 dan 87), Islam adalah strategi budaya Muhammad dan merupakan sinkretik serta campuran budaya : Judaisme, Kristianisme dan Arabisme (hal.216-217 dan 225), penulisan bahasa Arab adalah Arabisme (hal.228).

Penistaan terhadap Al-Qur’an yang dilakukan penulis dalam buku tersebut antara lain : kemaslahatan lebih diutamakan daripada ayat-ayat Tuhan (hal.31), Umar ikut menciptakan Al-Qur’an (hal.32), Teks Al-Qur’an tidak autentik (hal.34 dan 37), Nabi dan para Shahabat adalah para pencipta Al-Qur’an (hal.43), Al-Qur’an angker dan perangkap bangsa Quraisy, serta dibuat oleh manusia dan bukan kitab suci (hal.64-65), Al-Qur’an membelenggu kebebasan dan menciptakan tragedy kemanusiaan (hal.117), Muhammad, Islam dan Al-Qur’an tidak terlepas dari distorsi / penyimpangan (hal.126), kandungan Al-Qur’an kontroversi (hal.142), Al-Qur’an saja bermasalah apalagi Kitab Kuning (hal.146).

Penistaan terhadap Nabi, Shahabat dan Ulama yang dilakukan penulis dalam buku tersebut antara lain : Utsman pelaku nepotisme dan keliru membuat Mush-haf Al-Qur’an (hal.39), Nabi dan para tokoh non muslim seperti Gandhi, Luther, Bunda Terresa dan Romo Mangun bersama-sama menunggu di Surga (hal.45), Kisah Heroik para Nabi dan Mu’jizatnya hanya dongeng seperti Sinetron “Saras 008” atau kisah heroic James Bond (hal.58), Nalar Politik Tirani dibentuk oleh Khulafa Rasyidin (hal.124), Para Shahabat Nabi telah memperagakan Politik Islam dengan sangat sempurna mengerikannya (hal.134), Imam Al-Mawardi mengkhianati hak-hak rakyat dan seorang Rasis / Arabisme (hal.150 dan 155), Doktrin Politik Sunni ambigu dan out of date / kadaluarsa (hal.167), Al-Asy’ari dan Al-Ma’turidi menjalin persengkokolan politik (hal.171), Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sekte yang telah memanipulasi teks-teks keagamaan (hal.229).

Penistaan terhadap Syariat Islam yang dilakukan penulis dalam buku tersebut antara lain : Syariat Islam menciptakan gerombolan mafia dan anjing-anjing penjilat kekuasaan (hal.70), Syariat Islam diskriminatif terhadap perempuan dan non muslim (hal 131-132), Formalisasi Syariat Islam bukan hanya Utopis, tapi juga Tirani (hal.134).

Sumber: http://www.suara-islam.com

Bahaya Isi dari Buku: Fiqih Lintas Agama

Buku Fiqih Lintas Agama adalah karya Tim Penulis Paramadina yang terdiri dari Nurcholish Majid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer, Zainun Kamal, Masdar F Mas’udi, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, dengan editor Mun’im A Sirry, yang diterbitkan oleh Yayasan Waqaf Paramadina bekerja sama dengan The Asia Foundation pada Tahun 2004.

Dalam Pengantar (hal.ix) dan Muqaddimah (hal.2) Tim Penulis menghina Fiqih sebagai belenggu kehidupan dan memfitnahnya sebagai ajaran yang mendiskreditkan agama lain, bahkan sebagai penyebar kebencian dan kecurigaan terhadap agama lain. Dan masih dalam Muqaddimah (hal.4-5) Tim Penulis menghina periode dan generasi As-Salaf Ash-Sholeh sebagai penyebab kebekuan pemahaman, dan memfitnah Imam Asy-Syafi’i sebagai penyebab tidak berkembangnya pemikiran Islam lebih dua belas abad. Dalam isi buku tersebut, Tim Penulis menuding bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah adalah Diskriminatif, Eksklusif dan Fundamentalistik (Hal.142). Dan Tim Penulis menegaskan bahwa umat beragama apa pun tidak kafir, karena semua agama sama dan benar, sehingga tidak boleh ada yang mengklaim bahwa agamanya yang paling benar. (hal.133, 167, 206 dan 207).

Selanjutnya, atas dasar Hikmah dan Kemaslahatan persaudaraan, persahabatan, kedamaian, kerukunan, solidaritas, persatuan dan kehangatan pergaulan antar umat beragama, maka Tim Penulis memfatwakan antara lain : boleh mengucapkan salam kepada non muslim, bahkan wajib menjawab salam mereka (hal.72, 77 dan 78), boleh mengucapkan selamat Natal atau selamat Hari Besar agama apa pun, bahkan boleh ikut merayakannya (hal.84-85), boleh mendoakan dan minta doa dari non muslim, termasuk doa bersama, bahkan semua itu dianjurkan (hal.110 dan 118), hukum Jizyah melecehkan non muslim sehingga harus dinasakh (hal.151-152), boleh kawin beda agama dan harus ada waris beda agama (hal 164 dan 167).

Mulai dari pembukaan buku hingga penutupnya, terlihat jelas bagaimana Tim Penulis begitu berani melakukan haramisasi yang halal dan halalisasi yang haram. Tapi tentu saja itu tidak mengherankan, karena memang begitulah kebiasaan Kaum Liberal. Kita masih ingat bagaimana salah satu Antek Liberal, Musdah Mulia, pernah membuat Counter Legal Draft – Kompilasi Hukum Islam yang berusaha untuk mengharamkan polygamy, namun pada saat yang sama menghalalkan perkawinan sejenis (Homo dan Lesbi), sebagaimana pernyataannya di berbagai kesempatan dan wawancaranya di Jurnal Perempuan58, sehingga mendapat penghargaan International Women of Courage Award dari Amerika Serikat pada 7 Maret 2007.

Sumber: http://www.suara-islam.com/

AMALAN DI MALAM NISFU SYA’BAN (Bagian II-habis)

INSYA ALLAH !! Apabila anda semua berniat mengubah catatan rizki dan takdir di dalam buku besar Allah menjadi lebih baik dan memohon ampun atas dosa2 yang telah kita perbuat maka dibawah ini ada petunjuknya menurut sebagian Ulama, yaitu antara lain: 1. Sholat fardlu Maghrib
2. Membaca Surah Yassin 3 kali
3. Membaca doa Nifsu Sya’ban
4. Menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan memperbanyak dzikir, shalawat, doa dan istighfar.

Adapun apa yang sering dilakukan oleh sebagian umat Islam, yaitu Salat Malam Nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, Hadistnya oleh sebagian ahli hadist dianggap sahih, namun sebagian menganggap dhaif.
Namun demikian dalam urusan shalat sunnah, kata Nabi SAW, boleh kita tambahi jumlahnya dan boleh kita kurangi sesuai kemampuan kita.

DOA MALAM NISFU SYA’BAN

Sahabatku,
Setelah di malam nisfu sya’ban disunnahkan untuk menyampaikan doa/keinginan anda dimalam dan insya Allah akan dikabulkan.

Mengenai doa di malam nisfu sya’ban menurut sebagian ulama adalah adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits2 berikut :

Hadist Pertama

Rasulullah saw bersabda,: “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban hadits no.5755)

Hadist Kedua

Berkata Aisyah ra : “disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)

PENDAPAT ULAMA BESAR

Syaikh‘Abdul Qadir al-Jailaniy berkata, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qodr.” (Kalaam Habiib ‘Alwiy bin Syahaab)

Berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).

Dikutip dari buku al-Fawaaidul Mukhtaaroh Diceritakan bahwa Ibnu Abiy as-Shoif al-Yamaniy berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan sholawat kepada Nabi saw, karena ayat Innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu. (Ma Dza Fiy Sya’ban?)

Dikutip dari buku al-Fawaaidul Mukhtaaroh Diceritakan bahwa Ibnu Abiy as-Shoif al-Yamaniy berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan sholawat kepada Nabi saw, karena ayat Innallooha wa malaaikatahuu yusholluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu. (Ma Dza Fiy Sya’ban?)

Berdasarkan fatwa ulama besar di atas, maka kita memperbanyak doa di malam itu, jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan dimanapun, bila mereka yang melarang doa maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya?.

Demikian juga tentang do’a khusus untuk malam nisfu Sya’ban seperti do’a di bawah ini, ada ikhtilaf (perbedaan) dikalangan Ulama dan para ahli hadist. Jadi selain DOA NISFU SYA’BAN di bawah boleh juga dengan do’a-do’a umum terutama do’a yang ada di Al Qur’an dan Al Hadist.

Namun demikian, di bawah ini adalah Do’a malam Nisfu Sya’ban yang diamalkan oleh sebagian Ulama dan Anda boleh ikut mengamalkannya

DOA NISFU SYA’BAN:

“ALLAAHUMMA YAA DZAL MANNI WALAA YUMANNU ‘ALAIKA YAA DZAL JALAALI WAL IKRAAM, YAA DZATH THAULI WALIN’AAM, LAA ILAAHA ILLAA ANTA, DHAHRUL LAAJIIN, WA JAARUL MUSTAJIIRIIN, WA AMAANUL KHAA IFIIN, ALLAAHUMMA IN KUNTA KATABTA NII ‘INDAKA FII UMMIL KITAABI SYAQIYYAN AW MAHRUUMAN AW MATHRUUDAN AW MUQTARRAN ‘ALAYYA FIR RIZQI, FAMHULLAA HUMMA BI FADLLIKA SYAQAAWATII WA HIRMAANII WA THARDII WAQ TITAARI RIZQII WA ATS-BITNII INDAKA FII UMMIL KITAABI SA’IIDAN MARZUUQAN MUWAFFAQALLIL KHAIRAAT. FA INNAKA QULTA WA QAULUKAL HAQQU FII KITAABIKAL MUNAZZALI ‘ALAA NABIYYIKAL MURSALI, YAMHUL LAAHUMAA YASYAA U WA YUTSBITU WA ‘INDAHUU UMMUL KITAAB. ILAAHII BITTAJALLIL AA’DHAMI FII LAILATIN NISHFI MIN SYAHRI SYA’BAANIL MUKARRAMIL LATII YUFRAQU FIIHAA KULLU AMRIN HAKIIM WA YUBRAM, ISHRIF ‘ANNII MINAL BALAA I MAA A’LAMU WA MAA LAA A’LAM WA ANTA ‘ALLAAMUL GHUYUUBI BIRAHMATIKA YAA ARHAMAR RAAHIMIIN.

artinya:
“Ya Allah Tuhanku Pemilik nikmat, tiada ada yang bisa memberi nikmat atasMU. Ya Allah Pemilik kebesaran dan kemuliaan. Ya Allah Tuhanku Pemilik kekayaan dan Pemberi nikmat. Tidak ada yang patut disembah hanya Engkau. Engkaulah tempat bersandar. Engkaulah tempat berlindung dan padaMUlah tempat yang aman bagi orang-orang yang ketakutan. Ya Allah Tuhanku, jika sekiranya Engkau telah menulis dalam buku besarMU bahwa adalah orang yang tidak bebahagia atau orang yang sangat terbatas mendapat nikmatMU, orang yang dijauhkan daripadaMU atau orang yang disempitkan dalam mendapat rizki, maka aku memohon dengan karuniaMU, semoga kiranya Engkau pindahkan aku kedalam golongan orang-orang yang berbahagia, mendapat keluasan rizki serta diberi petunjuk kepada kebajikan. Sesungguhnya Engkau telah berkata dalam kitabMU yang telah diturunkan kepada RasulMU, dan perkataanMU adalah benar, yang berbunyi: Allah mengubah dan menetapkan apa-apa yang dikehendakiNYA dan padaNYA sumber kitab. Ya Allah, dengan tajalliMU Yang Mahabesar pada malam Nisfu Sya’ban yang mulia ini, Engkau tetapkan dan Engkau ubah sesuatunya, maka aku memohon semoga kiranya aku dijauhkan dari bala bencana, baik yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui, Engkaulah Yang Mahamengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Dan aku selalu mengharap limpahan rahmatMU ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih.”

Sahabatku,
Perlu saya tekankan di sin, tidak ada larangan dari Rasul untuk berdoa di malam Nisfu Sya’ban, justru pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan munkar, sebagaimana sabda Rasulullah saw : “sungguh sebesar besarnya dosa muslimin dg muslim lainnya adalah pertanyaan yg membuat hal yg halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya” (Shahih Muslim)

KESIMPULAN

Dari paparan di atas, kita sebagai umat Islam angat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, memperbanyak bacaan zikir, memperbanyak baca’an shalawat, membaca al-Qur’an, bersedekah, berdo’a dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.

Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. Amiin.

Wallahualam bissawab

Bârakallâhu lî wa lakum, Matur syukran n Terima kasih.
Semoga Bermanfaat ya

Sumber: Imam Puji Hartono/IPH(Gus Im) & http://pondokhabib.wordpress.com/

Hukum Mengusap Wajah Setelah Solat

Hukum Mengusap Wajah Setelah Solat
Salah satu amalan yang ditentang oleh sekelompok kecil orang yang sebenarnya masih sangat awam dalam ilmu agama adalah masalah mengusap wajah setelah solat. Mereka berpendapat bahwa ini adalah bid’ah kerana Nabi Muhammad SAW tidak pernah melakukan. Maka dari itu, perkara ini perlulah dijawab secara ilmiah. Seperti yang telah banyak dibahas, adanya ditinggalkan Nabi Muhammad SAW bukan berarti perkara tersebut adalah bid’ah yang sesat @ haram @ kalau melakukan maka akan masuk neraka.

Maka dalam hal ini, seorang ulama pembenteng Ahli Sunnah wal Jamaah di Indonesia telah menjawab isu ini di dalam kitabnya berjudul al-Hujjaj al-Qath’iyyah fi Shihhah al-Mu’taqadat wa al-Amaliyyah al-Nahdliyyah, Page 66:

Adanya Rasulullah SAW itu mengusap wajahnya dengan kedua belah tangannya setelah setiap kali doa. Telah terdapat di dalam sebagian Hadis-Hadis seperti berikut:

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا دَعَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْه

diceritakan dari al-Saib bin Yazid dari Bapaknya bahawa Nabi SAW adanya beliau ketika berdoa mengangkat kedua belah tangannya lalu mengusap wajahnya dengan kedua belah tangan. (Riwayat Sunan Abu Daud, no. 1275)

Begitu juga disunnahkan bagi orang yang telah solat untuk mengusap wajahnya dengan kedua belah tangannya, kerana sesungguhnya solat secara bahasa adalah doa, kerana terkandung di dalamnya beberapa doa kepada Allah Yang Menjadikan Mahasuci-Nya Ta’ala. Maka barangsiapa solat maka dia benar-benar telah berdoa kepada Allah azza wajalla. Maka yang kukuh dengan ini, disunnahkan bagi orang tersebut untuk mengusap wajahnya setelah setiap kali solat.

Berkata Imam Nawawi di dalam Kitab al-Azkar:

وروينا في كتاب ابن السني ، عن أنس رضي الله عنه ، قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا قضى صلاته مسح جبهته بيده اليمنى ، ثم قال : أشهد أن لا إله إلا الله الرحمن الرحيم ، اللهم أذهب عني الهم والحزن

Dan aku meriwayatkan di dalam kitab Ibn al-Sinni dari Anas RA. berkata: Adanya Rasulullah SAW ketika selesai solatnya, beliau mengusap dahinya dengan tangannya yang kanan lalu berdoa: “Aku bersaksi bahawasanya tidak ada tuhan kecuali Dia Zat Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, YA Allah, hilangkanlah dariku kesusahan dan kesedihan” (al-Azkar, 69).

Maka jadilah perkara tersebut sebagai dalil bahwa sesungguhnya mengusap wajah itu disyariatkan di dalam agama, dengan pengetahuan bahwasanya Nabi SAW juga mengamalkannya.

KENAPA MENYAMBUT MAULID NABI??? INILAH HUJJAH-HUJJAHNYA.

KENAPA KITA MENYAMBUT MAULID NABI??? INILAH HUJJAH-HUJJAHNYA.KENAPA KITA MENYAMBUT MAULID NABI??? INILAH HUJJAH-HUJJAHNYA…oleh Al-Asyairah Al-Syafii pada pada 07hb Februari 2011 pukul 4.22 ptg
SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI

Siapakah orang yang pertama menyambut maulid Nabi???

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah Iraq sekarang), bernama Muzhaffaruddin al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:

“Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang berani, pahlawan,` alim dan seorang yang adil -semoga Allah merahmatinya-”. Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al-Jauzi bahawa dalam peringatan tersebut Sultan al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ dalam bidang ilmu fiqh, ulama’ hadits, ulama’ dalam bidang ilmu kalam, ulama’ usul, para ahli tasawwuf dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan mawlid Nabi beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama’ saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandang dan menganggap baik perayaan maulid Nabi yang dibuat untuk pertama kalinya itu.

Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A`yan menceritakan bahawa al-Imam al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Moroco menuju Syam dan seterusnya ke menuju Iraq, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijrah, beliau mendapati Sultan al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh kerana itu, al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “al-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Sultan al-Muzhaffar.

Para ulama’, semenjak zaman Sultan al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahawa perayaan maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh al-Hadits telah menyatakan demikian. Di antara mereka seperti al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H), al-Hafizh al-’Iraqi (W. 806 H), Al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani (W. 852 H), al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H), al-Hafizh aL-Sakhawi (W. 902 H), SyeIkh Ibn Hajar al-Haitami (W. 974 H), al-Imam al-Nawawi (W. 676 H), al-Imam al-`Izz ibn `Abd al-Salam (W. 660 H), mantan mufti Mesir iaitu Syeikh Muhammad Bakhit al-Muthi’i (W. 1354 H), Mantan Mufti Beirut Lubnan iaitu Syeikh Mushthafa Naja (W. 1351 H) dan terdapat banyak lagi para ulama’ besar yang lainnya. Bahkan al-Imam al-Suyuthi menulis karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid”. Karena itu perayaan maulid Nabi, yang biasa dirayakan di bulan Rabi’ul Awwal menjadi tradisi ummat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.

Hukum Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam yang dirayakan dengan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah dan kebaikan kebaikan yang agung. Tentu jika perayaan tersebut terhindar dari bid`ah-bid`ah sayyi-ah yang dicela oleh syara’. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 7 Hijrah. Ini bererti perbuatan ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak bererti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram. Kerana segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam atau tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam sendiri. Para ulama’ menyatakan bahawa perayaan Maulid Nabi adalah sebahagian daripada bid`ah hasanah (yang baik). Ertinya bahawa perayaan Maulid Nabi ini merupakan perkara baru tetapi ia selari dengan al-Qur’an dan hadith-hadith Nabi dan sama sekali tidak bertentangan dengan keduanya.

Dalil-Dalil mengenai Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadith nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari`at Islam. Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:

“مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ”. (رواه مسلم في صحيحه)”.

Ertinya:

“Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa dikurangkan pahala mereka sedikitpun”.

(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya).

Faedah daripada Hadith tersebut:

Hadith ini memberikan kelonggaran kepada ulama’ ummat Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam untuk melakukan perkara-perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah, Athar (peninggalan) mahupun Ijma` ulama’. Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian bererti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, bererti ia telah mempersempit kelonggaran yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada zaman Nabi.

2. Dalil-dalil tentang adanya Bid`ah Hasanah yang telah disebutkan dalam pembahasan mengenai Bid`ah.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim di dalam kitab Shahih mereka. Diriwayatkan bahawa ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram). Rasulullah bertanya kepada mereka: “Untuk apa mereka berpuasa?” Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari ditenggelamkan Fir’aun dan diselamatkan Nabi Musa, dan kami berpuasa di hari ini adalah karena bersyukur kepada Allah”. Kemudian Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:

“أَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ”.

Ertinya:

“Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (orang-orang Yahudi)”.

Lalu Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat baginda untuk berpuasa.

Faedah daripada Hadith tersebut:

Pengajaran penting yang dapat diambil daripada hadith ini ialah bahawa sangat dianjurkan untuk melakukan perbuatan bersyukur kepada Allah pada hari-hari tertentu atas nikmat yang Allah berikan pada hari-hari tersebut. Sama ada melakukan perbuatan bersyukur kerana memperoleh nikmat atau kerana diselamatkan dari bahaya. Kemudian perbuatan syukur tersebut diulang pada hari yang sama di setiap tahunnya. Bersyukur kepada Allah dapat dilakukan dengan melaksanakan berbagai bentuk ibadah, seperti sujud syukur, berpuasa, sedekah, membaca al-Qur’an dan sebagainya. Bukankah kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam adalah nikmat yang paling besar bagi umat ini?!

Adakah nikmat yang lebih agung daripada dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal ini?! Adakah nikmat dan kurniaan yang lebih agung daripada pada kelahiran Rasulullah yang menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?! Demikian inilah yang telah dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani.

4. Hadits riwayat al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya. Bahawa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam ketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Isnin, beliau menjawab:

“ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ”.

Ertinya:

“Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”.

(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)

Faedah daripada Hadith tersebut:

Hadith ini menunjukkan bahawa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam melakukan puasa pada hari Isnin kerana bersyukur kepada Allah, bahawa pada hari itu baginda dilahirkan. Ini adalah isyarat daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, ertinya jika baginda berpuasa pada hari isnin kerana bersyukur kepada Allah atas kelahiran baginda sendiri pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada tanggal kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tersebut untuk kita melakukan perbuatan syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an, membaca kisah kelahiran baginda, bersedekah, atau melakukan perbuatan baik dan lainnya. Kemudian, oleh kerana puasa pada hari isnin diulangi setiap minggunya, maka bererti peringatan maulid juga diulangi setiap tahunnya. Dan kerana hari kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam masih diperselisihkan oleh para ulama’ mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka boleh sahaja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi’ul Awwal atau pada tanggal lainnya. Bahkan tidak menjadi masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Hafizh al-Sakhawi seperti yang akan dinyatakan di bawah ini.

Fatwa Beberapa Ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah:

1. Fatwa al-Syaikh al-Islam Khatimah al-Huffazh Amir al-Mu’minin Fi al-Hadith al-Imam Ahmad Ibn Hajar al-`Asqalani. Beliau menyatakan seperti berikut:

“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”.

Ertinya:

“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukikanl daripada (ulama’) al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid mengandungi kebaikan dan lawannya (keburukan), jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik sahaja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid`ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang thabit (Sahih)”.

2. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Suyuthi. Beliau mengatakan di dalam risalahnya “Husn al-Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”. Beliau menyatakan seperti berikut:

“عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ”.

Ertinya:

“Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, merupakan kumpulan orang-orang beserta bacaan beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadith-hadith tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) yang melakukannya akan memperolehi pahala. Kerana perkara seperti itu merupakan perbuatan mengagungkan tentang kedudukan Rasulullah dan merupakan penampakkan (menzahirkan) akan rasa gembira dan suka cita dengan kelahirannya (rasulullah) yang mulia. Orang yang pertama kali melakukan peringatan maulid ini adalah pemerintah Irbil, Sultan al-Muzhaffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-Jami` al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun”.

3. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Sakhawi seperti disebutkan di dalam “al-Ajwibah al-Mardliyyah”, seperti berikut:

“لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”. ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ”.

Ertinya:

“Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorangpun daripada kaum al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia, melainkan baru ada setelah itu di kemudian. Dan ummat Islam di semua daerah dan kota-kota besar sentiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan kelahiran Rasulullah. Mereka mengadakan jamuan-jamuan makan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan berbagai-bagai sedekah, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih daripada kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi dan Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”. Kemudian al-Sakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi menurut pendapat yang paling sahih adalah malam Isnin, tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pendapat-pendapat lain. Oleh kerananya tidak mengapa melakukan kebaikan bila pun pada siang hari dan waktu malam ini sesuai dengan kesiapan yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada siang hari dan waktu malam bulan Rabi’ul Awwal seluruhnya” .

Jika kita membaca fatwa-fatwa para ulama’ terkemuka ini dan merenungkannya dengan hati yang suci bersih, maka kita akan mengetahui bahawa sebenarnya sikap “BENCI” yang timbul daripada sebahagian golongan yang mengharamkan Maulid Nabi tidak lain hanya didasari kepada hawa nafsu semata-mata. Orang-orang seperti itu sama sekali tidak mempedulikan fatwa-fatwa para ulama’ yang saleh terdahulu. Di antara pernyataan mereka yang sangat menghinakan ialah bahawa mereka seringkali menyamakan peringatan maulid Nabi ini dengan perayaan hari Natal yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Bahkan salah seorang dari mereka, kerana sangat benci terhadap perayaan Maulid Nabi ini, dengan tanpa malu dan tanpa segan sama sekali berkata:

“إِنَّ الذَّبِيْحَةَ الَّتِيْ تُذْبَحُ لإِطْعَامِ النَّاسِ فِيْ الْمَوْلِدِ أَحْرَمُ مِنَ الْخِنْزِيْرِ”.

Ertinya:

“Sesungguhnya binatang sembelihan yang disembelih untuk menjamu orang dalam peringatan maulid lebih haram dari daging babi”.

Golongan yang anti maulid seperti WAHHABI menganggap bahawa perbuatan bid`ah seperti menyambut Maulid Nabi ini adalah perbuatan yang mendekati syirik (kekufuran). Dengan demikian, menurut mereka, lebih besar dosanya daripada memakan daging babi yang hanya haram sahaja dan tidak mengandungi unsur syirik (kekufuran).

Jawab:

Na`uzu Billah… Sesungguhnya sangat kotor dan jahat perkataan orang seperti ini. Bagaimana ia berani dan tidak mempunyai rasa malu sama sekali mengatakan peringatan Maulid Nabi, yang telah dipersetujui oleh para ulama’ dan orang-orang saleh dan telah dianggap sebagai perkara baik oleh para ulama’-ulama’ ahli hadith dan lainnya, dengan perkataan buruk seperti itu?!

Orang seperti ini benar-benar tidak mengetahui kejahilan dirinya sendiri. Apakah dia merasakan dia telah mencapai darjat seperti al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani, al-Hafizh al-Suyuthi atau al-Hafizh al-Sakhawi atau mereka merasa lebih `alim dari ulama’-ulama’ tersebut?! Bagaimana ia membandingkan makan daging babi yang telah nyata dan tegas hukumnya haram di dalam al-Qur’an, lalu ia samakan dengan peringatan Maulid Nabi yang sama sekali tidak ada unsur pengharamannya dari nas-nas syari’at agama?! Ini bererti, bahawa golongan seperti mereka yang mengharamkan maulid ini tidak mengetahui Maratib al-Ahkam (tingkatan-tingkatan hukum). Mereka tidak mengetahui mana yang haram dan mana yang mubah (harus), mana yang haram dengan nas (dalil al-Qur’an) dan mana yang haram dengan istinbath (mengeluarkan hukum). Tentunya orang-orang ”BODOH” seperti ini sama sekali tidak layak untuk diikuti dan dijadikan ikutan dalam mengamalkan agama ISLAM ini.

Pembacaan Kitab-kitab Maulid

Di antara rangkaian acara peringatan Maulid Nabi adalah membaca kisah-kisah tentang kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Al-Hafizh al-Sakhawi menyatakan seperti berikut:

“وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْمَوْلِدِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يُقْتَصَرَ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْرَدَهُ أَئِمَّةُ الْحَدِيْثِ فِيْ تَصَانِيْفِهِمْ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ كَالْمَوْرِدِ الْهَنِيِّ لِلْعِرَاقِيِّ– وَقَدْ حَدَّثْتُ بِهِ فِيْ الْمَحَلِّ الْمُشَارِ إِلَيْهِ بِمَكَّةَ-، وَغَيْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ بَلْ ذُكِرَ ضِمْنًا كَدَلاَئِلِ النُّـبُوَّةِ لِلْبَيْهَقِيِّ، وَقَدْ خُتِمَ عَلَيَّ بِالرَّوْضَةِ النَّـبَوِيَّةِ، لأَنَّ أَكْثَرَ مَا بِأَيْدِيْ الْوُعَّاظِ مِنْهُ كَذِبٌ وَاخْتِلاَقٌ، بَلْ لَمْ يَزَالُوْا يُوَلِّدُوْنَ فِيْهِ مَا هُوَ أَقْبَحُ وَأَسْمَجُ مِمَّا لاَ تَحِلُّ رِوَايَتُهُ وَلاَ سَمَاعُهُ، بَلْ يَجِبُ عَلَى مَنْ عَلِمَ بُطْلاَنُهُ إِنْكَارُهُ، وَالأَمْرُ بِتَرْكِ قِرَائِتِهِ، عَلَى أَنَّهُ لاَ ضَرُوْرَةَ إِلَى سِيَاقِ ذِكْرِ الْمَوْلِدِ، بَلْ يُكْتَفَى بِالتِّلاَوَةِ وَالإِطْعَامِ وَالصَّدَقَةِ، وَإِنْشَادِ شَىْءٍ مِنَ الْمَدَائِحِ النَّـبَوِيَّةِ وَالزُّهْدِيَّةِ الْمُحَرِّكَةِ لِلْقُلُوْبِ إِلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ لِلآخِرَةِ وَاللهُ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ”.

Ertinya:

“Adapun pembacaan kisah kelahiran Nabi maka sepatutnya yang dibaca itu hanya yang disebutkan oleh para ulama’ ahli hadith di dalam kitab-kitab mereka yang khusus menceritakan tentang kisah kelahiran Nabi, seperti al-Maurid al-Haniyy karangan al-‘Iraqi (Aku juga telah mengajarkan dan membacakannya di Makkah), atau tidak khusus -dengan karya-karya tentang maulid saja- tetapi juga dengan menyebutkan riwayat-riwayat yang mengandungi tentang kelahiran Nabi, seperti kitab Dala-il al-Nubuwwah karangan al-Baihaqi. Kitab ini juga telah dibacakan kepadaku hingga selesai di Raudhah Nabi. Kerana kebanyakan kisah maulid yang ada di tangan para penceramah adalah riwayat-riwayat bohong dan palsu, bahkan hingga kini mereka masih terus mengeluarkan riwayat-riwayat dan kisah-kisah yang lebih buruk dan tidak layak didengar, yang tidak boleh diriwayatkan dan didengarkan, justeru sebaliknya orang yang mengetahui kebatilannya wajib mengingkari dan melarangnya untuk dibaca. Padahal sebenarnya tidak boleh ada pembacaan kisah-kisah maulid dalam peringatan maulid Nabi, melainkan cukup membaca beberapa ayat al-Qur’an, memberi makan dan sedekah, didendangkan bait-bait Mada-ih Nabawiyyah (pujian-pujian terhadap Nabi) dan syair-syair yang mengajak kepada hidup zuhud (tidak loba kepada dunia), mendorong hati untuk berbuat baik dan beramal untuk akhirat. Dan Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”.

Kesesatan fahaman WAHHABI yang Anti Maulid:

Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi berkata:

“Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya. Seandainya hal itu merupakan perkara baik nescaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya”.

Jawab:

Baik, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tidak melakukannya, adakah baginda melarangnya? Perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah tidak semestinya menjadi sesuatu yang haram. Tetapi sesuatu yang haram itu adalah sesuatu yang telah nyata dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Disebabkan itu Allah ta`ala berfirman:

“وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا”. (الحشر: 7)

Ertinya:

“Apa yang diberikan oleh Rasulullah kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.

(Surah al-Hasyr: 7)

Dalam firman Allah ta`ala di atas disebutkan “Apa yang dilarang ole Rasulullah atas kalian, maka tinggalkanlah”, tidak mengatakan “Apa yang ditinggalkan oleh Rasulullah maka tinggalkanlah”. Ini Berertinya bahawa perkara haram adalah sesuatu yang dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tetapi bukan sesuatu yang ditinggalkannya. Sesuatu perkara itu tidak haram hukumnya hanya dengan alasan tidak dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Melainkan ia menjadi haram ketika ada dalil yang melarang dan mengharamkannya.

Lalu kita katakan kepada mereka:

“Apakah untuk mengetahui bahawa sesuatu itu boleh (harus) atau sunnah, harus ada nas daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam secara langsung yang khusus menjelaskannya?”

Apakah untuk mengetahui boleh (harus) atau sunnahnya perkara maulid harus ada nas khusus daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam yang menyatakan tentang maulid itu sendiri?! Bagaimana mungkin Rasulullah menyatakan atau melakukan segala sesuatu secara khusus dalam umurnya yang sangat singkat?! Bukankah jumlah nas-nas syari`at, baik ayat-ayat al-Qur’an mahupun hadith-hadith nabi, itu semua terbatas, ertinya tidak membicarakan setiap peristiwa, padahal peristiwa-peristiwa baru akan terus muncul dan selalu bertambah?! Jika setiap perkara harus dibicarakan oleh Rasulullah secara langsung, lalu dimanakah kedudukan ijtihad (hukum yang dikeluarkan oleh mujtahid berpandukan al-Quran dan al-Hadith) dan apakah fungsi ayat-ayat al-Quran atau hadith-hadith yang memberikan pemahaman umum?! Misalnya firman Allah ta`ala:

“وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ”. (الحج: 77)

Ertinya:

“Dan lakukan kebaikan oleh kalian supaya kalian beruntung”.

(Surah al-Hajj: 77)

Adakah setiap bentuk kebaikan harus dikerjakan terlebih dahulu oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam supaya ia dihukumkan bahawa kebaikan tersebut boleh dilakukan?! Tentunya tidak sedemikian. Dalam masalah ini Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam hanya memberikan kaedah-kaedah atau garis panduan sahaja. Kerana itulah dalam setiap pernyataan Rasulullah terdapat apa yang disebutkan dengan Jawami` al-Kalim ertinya bahawa dalam setiap ungkapan Rasulullah terdapat kandungan makna yang sangat luas. Dalam sebuah hadith sahih, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:

“مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ”. (رواه الإمام مسلم في صحيحه)

Ertinya:

“Barangsiapa yang melakukan (merintis perkara baru) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya tersebut dan pahala dari orang-orang yang mengikutinya sesudah dia, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun”.

(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam Sahih-nya).

Dan di dalam hadith sahih yang lainnya, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:

“مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ”. (رواه مسلم)

Ertinya:

“Barang siapa merintis sesuatu yang baru dalam agama kita ini yang bukan berasal darinya maka ia tertolak”.

(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)

Dalam hadith ini Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam menegaskan bahawa sesuatu yang baru dan tertolak adalah sesuatu yang “bukan daripada sebahagian syari`atnya”. Ertinya, sesuatu yang baru yang tertolak adalah yang menyalahi syari`at Islam itu sendiri. Inilah yang dimaksudkan dengan sabda Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam di dalam hadith di atas: “Ma Laisa Minhu”. Kerana, seandainya semua perkara yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah atau oleh para sahabatnya, maka perkara tersebut pasti haram dan sesat dengan tanpa terkecuali, maka Rasulullah tidak akan mengatakan “Ma Laisa Minhu”, tapi mungkin akan berkata: “Man Ahdatsa Fi Amrina Hadza Syai`an Fa Huwa Mardud” (Siapapun yang merintis perkara baru dalam agama kita ini, maka ia pasti tertolak). Dan bila maknanya seperti ini maka bererti hal ini bertentangan dengan hadith yang driwayatkan oleh al-Imam Muslim di atas sebelumnya. Iaitu hadith: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan….”.

Padahal hadith yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim ini mengandungi isyarat anjuran bagi kita untuk membuat sesuatu perkara yang baru, yang baik, dan yang selari dengan syari`at Islam. Dengan demikian tidak semua perkara yang baru itu adalah sesat dan ia tertolak. Namun setiap perkara baru harus dicari hukumnya dengan melihat persesuaiannya dengan dalil-dalil dan kaedah-kaedah syara`. Bila sesuai maka boleh dilakukan, dan jika ia menyalahi, maka tentu ia tidak boleh dilakukan. Karena itulah al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menyatakan seperti berikut:

“وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسَنٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ، وَإِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ”.

Ertinya:

“Cara mengetahui bid’ah yang hasanah dan sayyi-ah (yang dicela) menurut tahqiq (penelitian) para ulama’ adalah bahawa jika perkara baru tersebut masuk dan tergolong kepada hal yang baik dalam syara` bererti ia termasuk bid`ah hasanah, dan jika tergolong kepada hal yang buruk dalam syara` maka berarti termasuk bid’ah yang buruk (yang dicela)”.

Bolehkah dengan keagungan Islam dan kelonggaran kaedah-kaedahnya, jika dikatakan bahawa setiap perkara baharu itu adalah sesat?

2. Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi biasanya berkata: “Peringatan maulid itu sering dimasuki oleh perkara-perkara haram dan maksiat”.

Jawab:

Apakah kerana alasan tersebut lantas peringatan maulid menjadi haram secara mutlak?! Pendekatannya, Apakah seseorang itu haram baginya untuk masuk ke pasar, dengan alasan di pasar banyak yang sering melakukan perbuatan haram, seperti membuka aurat, menggunjingkan orang, menipu dan lain sebagainya?! Tentu tidak demikian. Maka demikian pula dengan peringatan maulid, jika ada kesalahan-kesalahan atau perkara-perkara haram dalam pelaksanaannya, maka kesalahan-kesalahan itulah yang harus diperbaiki. Dan memperbaikinya tentu bukan dengan mengharamkan hukum maulid itu sendiri. Kerana itulah al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani telah menyatakan bahawa:

“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”.

Ertinya:

“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukil dari kaum al-Salaf al-Saleh pada tiga abad pertama, tetapi meskipun demikian peringatan maulid mengandungi kebaikan dan lawannya. Barangsiapa dalam memperingati maulid serta berusaha melakukan hal-hal yang baik sahaja dan menjauhi lawannya (hal-hal buruk yang diharamkan), maka itu adalah bid`ah hasanah”.

Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi berkata:

“Peringatan Maulid itu seringkali menghabiskan dana yang sangat besar. Hal itu adalah perbuatan membazirkan. Mengapa tidak digunakan sahaja untuk keperluan ummat yang lebih penting?”.

Jawab:

Laa Hawla Walaa Quwwata Illa Billah… Perkara yang telah dianggap baik oleh para ulama’ disebutnya sebagai

membazir?! Orang yang berbuat baik, bersedekah, ia anggap telah melakukan perbuatan haram, yaitu perbuatan membazir?! Mengapa orang-orang seperti ini selalu saja berprasangka buruk (suuzhzhann) terhadap umat Islam?! Mengapa harus mencari-cari dalih untuk mengharamkan perkara yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya?! Mengapa mereka selalu sahaja beranggapan bahawa peringatan maulid tidak ada unsur kebaikannya sama sekali untuk ummat ini?! Bukankah peringatan Maulid Nabi mengingatkan kita kepada perjuangan Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dalam berdakwah sehingga membangkitkan semangat kita untuk berdakwah seperti yang telah dicontohkan baginda?! Bukankah peringatan Maulid Nabi memupuk kecintaan kita kepada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dan menjadikan kita banyak berselawat kepada baginda?! Sesungguhnya maslahat-maslahat besar seperti ini bagi orang yang beriman tidak boleh diukur dengan harta.

4. Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi sering berkata:

“Peringatan Maulid itu pertama kali diadakan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Tujuan beliau saat itu adalah membangkitkan semangat ummat untuk berjihad. Bererti orang yang melakukan peringatan maulid bukan dengan tujuan itu, telah menyimpang dari tujuan awal maulid. Oleh kerananya peringatan maulid tidak perlu”.

Jawab:

Kenyataan seperti ini sangat pelik. Ahli sejarah mana yang mengatakan bahawa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah sultan Salahuddin al-Ayyubi. Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn al-Jauzi, Ibn Kathir, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lainnya telah bersepakat menyatakan bahawa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan al-Muzhaffar, bukan sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Orang yang mengatakan bahawa sultan Salahuddin al-Ayyubi yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi telah membuat “fitnah yang jahat” terhadap sejarah. Perkataan mereka bahawa sultan Salahuddin membuat maulid untuk tujuan membangkitkan semangat umat untuk berjihad dalam perang salib, maka jika diadakan bukan untuk tujuan seperti ini bererti telah menyimpang, adalah perkataan yang sesat lagi menyesatkan.

Tujuan mereka yang berkata demikian adalah hendak mengharamkan maulid, atau paling tidak hendak mengatakan tidak perlu menyambutnya. Kita katakan kepada mereka: Apakah jika orang yang hendak berjuang harus bergabung dengan bala tentara sultan Salahuddin? Apakah menurut mereka yang berjuang untuk Islam hanya bala tentara sultan Salahuddin sahaja? Dan apakah di dalam berjuang harus mengikuti cara dan strategi Sultan Salahuddin sahaja, dan jika tidak, ia bererti tidak dipanggil berjuang namanya?! Hal yang sangat menghairankan ialah kenapa bagi sebahagian mereka yang mengharamkan maulid ini, dalam keadaan tertentu, atau untuk kepentingan tertentu, kemudian mereka mengatakan maulid boleh, istighatsah (meminta pertolongan) boleh, bahkan ikut-ikutan tawassul (memohon doa agar didatangkan kebaikan), tetapi kemudiannya terhadap orang lain, mereka mengharamkannya?! Hasbunallah.

Para ahli sejarah yang telah kita sebutkan di atas, tidak ada seorangpun daripada mereka yang mengisyaratkan bahawa tujuan maulid adalah untuk membangkitkan semangat ummat untuk berjihad di dalam perang di jalan Allah. Lalu dari manakah muncul pemikiran seperti ini?!

Tidak lain dan tidak bukan, pemikiran tersebut hanya muncul daripada hawa nafsu semata-mata. Benar, mereka selalu mencari-cari kesalahan sekecil apapun untuk mengungkapkan “kebencian” dan “sinis” mereka terhadap peringatan Maulid Nabi ini. Apa dasar mereka mengatakan bahawa peringatan maulid baru boleh diadakan jika tujuannya membangkitkan semangat untuk berjihad?! Apa dasar perkataan seperti ini?! Sama sekali tidak ada. Al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafizh al-Suyuthi, al-Hafizh al-Sakhawi dan para ulama’ lainnya yang telah menjelaskan tentang kebolehan peringatan Maulid Nabi, sama sekali tidak mengaitkannya dengan tujuan membangkitkan semangat untuk berjihad. Kemudian dalil-dalil yang mereka kemukakan dalam masalah maulid tidak menyebut perihal jihad sama sekali, bahkan mengisyaratkan saja tidak. Dari sini kita tahu betapa rapuhnya dan tidak didasari perkataan mereka itu apabila berkaitan dengan hukum, istinbath dan istidhal. Semoga Allah merahmati para ulama’ kita. Sesungguhnya mereka adalah cahaya penerang bagi umat ini dan sebagai ikutan bagi kita semua menuju jalan yang diredhai Allah. Amin Ya Rabb.

Dikirim dalam Mawlid | Label: hikmah

Cerita Karomah Habib Munzir Al Musawwa


Cerita dari jamaah Majelis Rasulullah tentang Karomah Habib Munzir Al Musawwa (Pemimpin Majelis Rosulullah)

Artikel dibawah ini awalnya, dari web pembaca blog saya. Kemudian si pemilik web, mas yogo saptono memberikan sumber aslinya dari milist MajelisRasulullah majelisrasulullah@yahoogroups.com. Artikel dibawah ini merupakan postingan dalam milist tersebut yang dikirim oleh pemudasuci@yahoo.com. Beberapa bagian saya potong untuk mempermudah pembacaan. Selanjutnya tulisan dibawah ini merupakan isi postingan dimilist tersebut. Ketika ada orang yg iseng bertanya padanya : wahai habib, bukankah Rasul saw juga punya rumah walau sederhana??, beliau tertegun dan menangis, beliau berkata : iya betul, tapikan Rasul saw juga tidak beli tanah, beliau diberi tanah oleh kaum anshar, lalu bersama sama membangun rumah.., saya takut dipertanyakan Allah kalau ada orang muslim yg masih berumahkan koran di pinggir jalan dan di gusur gusur, sedangkan bumi menyaksikan saya tenang tenang dirumah saya..

pernah ada seorang wali besar di Tarim, guru dari Guru Mulia Almusnid alhabib Umar bin Hafidh, namanya Hb Abdulqadir Almasyhur, ketika hb munzir datang menjumpainya, maka habib itu yg sudah tua renta langsung menangis.. dan berkata : WAHAI MUHAMMAD…! (saw), maka Hb Munzir berkata : saya Munzir, nama saya bukan Muhammad.., maka habib itu berkata : ENGKAU MUHAMMAD SAW..!, ENGKAU MUHAMMAD.. SAW!, maka hb Munzir diam… lalu ketika ALhabib Umar bin Hafidh datang maka segera alhabib Abdulqadir almasyhur berkata : wahai umar, inilah Maula Jawa (Tuan Penguasa Pulau Jawa), maka Alhabib Umar bin Hafidh hanya senyam senyum.. (kalo ga percaya boleh tanya pada alumni pertama DM)

lihat kemanapun beliau pergi pasti disambut tangis ummat dan cinta, bahkan sampai ke pedalaman irian, ongkos sendiri, masuk ke daerah yg sudah ratusan tahun belum dijamah para da’i, ratusan orang yg sudah masuk islam ditangannya, banyak orang bermimpi Rasul saw selalu hadir di majelisnya,

bahkan ada orang wanita dari australia yg selalu mimpi Rasul saw, ia sudah bai’at dengan banyak thariqah, dan 10 tahun ia tak lagi bisa melihat Rasul saw entah kenapa, namun ketika ia hadir di Majelis Hb Munzir di masjid almunawar, ia bisa melihat lagi Rasulullah saw..

maka berkata orang itu, sungguh habib yg satu ini adalah syeikh Futuh ku, dia membuka hijabku tanpa ia mengenalku, dia benar benar dicintai oleh Rasul saw, kabar itu disampaikan pada hb munzir, dan beliau hanya menunduk malu..

beliau itu masyhur dalam dakwah syariah, namun mastur (menyembunyikan diri) dalam keluasan haqiqah dan makrifahnya. .

bukan orang yg sembarangan mengobral mimpi dan perjumpaan gaibnya ke khalayak umum

ketika orang ramai minta agar Hb Umar maulakhela didoakan karena sakit, maka beliau tenagn tenang saja, dan berkata : Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat, dan Hb Umar Maulakhela masih panjang usianya.. benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat, dan Hb Umar maulakhela sembuh dan keluar dari opname.., itu beberapa tahun yg lalu..

ketika Hb Anis Alhabsyi solo sakit keras dan dalam keadaan kritis, orang orang mendesak hb munzir untuk menyambangi dan mendoakan Hb Anis, maka beliau berkata pd orang orang dekatnya, hb anis akan sembuh dan keluar dari opname, Insya Allah kira kira masih sebulan lagi usia beliau,..

betul saja, Hb Anis sembuh, dan sebulan kemudian wafat..

ketika gunung papandayan bergolak dan sudah dinaikkan posisinya dari siaga 1 menjadi “awas”, maka Hb Munzir dg santai berangkat kesana, sampai ke ujung kawah, berdoa, dan melemparkan jubahnya ke kawah, kawah itu reda hingga kini dan kejadian itu adalah 7 tahun yg lalu (VCD nya disimpan di markas dan dilarang disebarkan)

demikian pula ketika beliau masuk ke wilayah Beji Depok, yg terkenal dg sihir dan dukun dukun jahatnya., maka selesai acara hb munzir malam itu, keesokan harinya seorang dukun mendatangi panitya, ia berkata : saya ingin jumpa dg tuan guru yg semalam buat maulid disini..!, semua masyarakat kaget, karena dia dukun jahat dan tak pernah shalat dan tak mau dekat dg ulama dan sangat ditakuti, ketika ditanya kenapa??, ia berkata : saya mempunyai 4 Jin khodam, semalam mereka lenyap., lalu subuh tadi saya lihat mereka (Jin jin khodam itu) sudah pakai baju putih dan sorban, dan sudah masuk islam, ketika kutanya kenapa kalian masuk islam, dan jadi begini??, maka jin jin ku berkata : apakah juragan tidak tahu?, semalam ada Kanjeng Rasulullah saw hadir di acara Hb Munzir, kami masuk islam..!

kejadian serupa di Beji Depok seorang dukun yg mempunyai dua ekor macan jadi jadian yg menjaga rumahnya, malam itu Macan jejadiannya hilang, ia mencarinya, ia menemukan kedua macan jadi2an itu sedang duduk bersimpuh didepan pintu masjid mendengarkan ceramah hb munzir..

demikian pula ketika berapa muridnya berangkat ke Kuningan Cirebon, daerah yg terkenal ahli santet dan jago jago sihirnya, maka hb munzir menepuk bahu muridnya dan berkata : MA’ANNABIY.. !, berangkatlah, Rasul saw bersama kalian..

maka saat mereka membaca maulid, tiba tiba terjadi angin ribut yg mengguncang rumah itu dg dahsyat, lalu mereka mnta kepada Allah perlindungan, dan teringat hb munzir dalam hatinya, tiba tiba angin ribut reda, dan mereka semua mencium minyak wangi hb munzir yg seakan lewat dihadapan mereka, dan terdengarlah ledakan bola bola api diluar rumah yg tak bisa masuk kerumah itu..

ketika mereka pulang mereka cerita pd hb munzir, beliau hanya senyum dan menunduk malu..

demikian pula pedande pndande Bali, ketika Hb Munzir kunjung ke Bali, maka berkata muslimin disana, habib, semua hotel penuh, kami tempatkan hb ditempat yg dekat dengan kediaman Raja Leak (raja dukun leak) di Bali, maka hb munzir senyum senyum saja, keesokan harinya Raja Leak itu berkata : saya mencium wangi Raja dari pulau Jawa ada disekitar sini semalam..

maaf kalo gue ceplas ceplos, cuma gue lebih senang guru yg mengajar syariah namun tawadhu, tidak sesohor, sebagaimana Rasul saw yg hakikatnya sangat berkuasa di alam, namun membiarkan musuh musuhnya mencaci dan menghinanya, beliau tidak membuat mereka terpendam dibumi atau ditindih gunung, bahkan mendoakan mereka,

demikian pula ketika hb munzir dicaci maki dg sebutan Munzir ghulam ahmad..!, karena ia tidak mau ikut demo anti ahmadiyah, beliau tetap senyum dan bersabar, beliau memilih jalan damai dan membenahi ummat dg kedamaian daripada kekerasan, dan beliau sudah memaafkan pencaci itu sebelum orang itu minta maaf padanya, bahkan menginstruksikan agar jamaahnya jangan ada yg mengganggu pencaci itu,
kemarin beberapa minggu yg lalu di acara almakmur tebet hb munzir malah duduk berdampingan dg si pencaci itu, ia tetap ramah dan sesekali bercanda dg Da’i yg mencacinya sebagai murtad dan pengikut ahmadiyah..

Sumber Mailing list Majelis Rasulullah pemudasuci@yahoo.com & http://pondokhabib.wordpress.com

Hukum Solat Dan Doa Pada Malam Nisfu Sya’ban (bagian ke-1)


Petikan Fatwa Fadhilah Mufti Mesir Prof. Dr Ali Jum’ah.

Terjemahan : Ibnu Juhan Al-Tantawi

Soalan :

Apa hukum melakukan solat dan doa pada malam nisfu Sya’ban seterusnya berpuasa pada siang harinya?

Jawapan :

Malam nisfu Sya’ban merupakan malam yang barakah. Terdapat sebilangan besar dalil yang menyebut tentang kelebihan malam nisfu Sya’ban daripada hadis-hadis (nabi S.A.W) yang saling menguatkan antara satu sama lain serta mengangkat (hadis-hadis tersebut) ke darjat Hadis Hasan dan Kuat (dari segi hukumnya). Maka mengambil berat terhadap malam nisfu Sya’ban serta menghidupkan malamnya adalah sebahagian daripada agama yang tiada keraguan padanya. Adapun keraguan yang timbul adalah disebabkan pandangan terhadap hadis-hadis yang barangkali hukumnya Dhaif yang menceritakan tentang kelebihan malam tersebut.

Antara hadis-hadis yang menceritakan tentang kelebihannya :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قَالَتْ : “فَقَدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ :يَا عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ :قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ” – رواه الترميذي وابن ماجه وأحمد .

Hadis daripada Ummul Mukminin Sayidatina ‘Aisyah R.A telah berkata : “Aku telah kehilangan nabi S.A.W pada suatu malam, maka aku telah keluar untuk mendapatinya maka baginda berada (sedang berdiri di kawasan perkuburan) Baqi’ sambil mendongakkan kepalanya ke langit.lalu baginda berkata : Wahai ‘Aisyah, adakah kamu takut Allah dan Rasulnya melakukan kezaliman ke atas kamu? Berkata ‘Aisyah : Bukan demikian sangkaanku tetapi aku menjangkakan kamu telah pergi kepada sebahagian daripada isteri-isteri kamu (atas perkara-perkara yang mustahak lalu aku ingin mendapat kepastian). Lalu baginda bersabda : Sesungguhnya Allah Ta’ala telah turunkan (malaikatNya dengan perintahNya) pada malam nisfu Sya’ban ke langit dunia, lalu Allah mengampunkan dosa-doa (yang dilakukan oleh hambaNya) lebih banyak daripada bilangan bulu-bulu yang terdapat pada kambing-kambing peliharaan (bani) Kalb.”

-Hadis Riwayat Al-Tirmizi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad.

Seterusnya,

عن مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ ” – رواه الطبرانى وصححه ابن حبان .

Hadis daripada Saidina Mu’adz ibnu Jabal R.A bahawa nabi S.A.W telah bersabda : “Allah memandang pada kesemua makhluk ciptaanNya pada malam nisfu Sya’ban, lalu Allah mengampunkan dosa-dosa kesemua makhlukNya melainkan dosa orang musyrik (yang menyekutukan Allah) dan dosa orang yang bermusuhan.”

-Riwayat Al-Tobrani dan disahihkan oleh Ibnu Hibban.

Seterusnya,

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ كرم الله وجهه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ” – رواه ابن ماجه .

Hadis daripada Saidina ‘Ali R.A bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda : “Apabila masuk malam nisfu Sya’ban, maka hendaklah kamu bangun pada malamnya dan berpuasa pada siang harinya, Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan malaikatnya ke langit dunia pada malamnya setelah terbenamnya matahari, lalu Allah berkata : Sesiapa yang memohon keampunan padaKu maka Aku akan mengampunkan baginya, Sesiapa yang memohon rezeki padaKu maka Aku akan memberikannya rezeki, Sesiapa yang ditimpa musibah maka Aku akan melepaskannya, sesiapa yang demikian…sesiapa yang demikian …sehinggalah terbitnya fajar.”

-Riwayat Ibnu Majah.

Tidaklah mengapa seandainya membaca surah Yasin sebanyak 3 kali selepas solat maghrib secara terang-terangan dan beramai-ramai. Hal ini kerana termasuk dalam perkara menghidupkan malam tersebut dan perkara berkaitan dengan zikir ruangannya adalah luas. Adapun mengkhususkan sebahagian daripada tempat dan waktu untuk melakukan sebahagian daripada amalan soleh secara berterusan adalah termasuk dalam perkara yang disyariatkan selagi mana seseorang yang melakukan amalan tersebut tidak beri’tiqod (menjadikannya sebagai pegangan) ; bahawa perkara tersebut adalah wajib di sisi syara’ yang membawa hukum berdosa sekiranya meninggalkannya.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : “كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبً” – متفق عليه .

Hadis daripada Ibnu Umar R.A telah berkata : “Nabi S.A.W akan mendatangi masjid Quba pada setiap hari Sabtu samada dengan berjalan ataupun menaiki tunggangan.”

-Riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim.

Berkata Al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam kitabnya (Fathul Bari) :

“Di dalam hadis ini walaupun berbeza jalan-jalan pengriwayatannya menunjukkan kepada (hukum) harus mengkhususkan sebahagian hari-hari untuk melakukan sebahagian daripada amalan-amalan soleh serta melakukannya secara berterusan.”

-tamat

Berkata Ibnu Rajab Al-Hanbali di dalam kitabnya (Lathoif Al-Ma’arif) :

“Ulama’ di Syam telah berselisih pandangan dalam menyifatkan cara untuk menghidupkan malam nisfu Sya’ban kepada dua pandangan.

Pertamanya :

Adalah disunatkan menghidupkan malamnya secara berjamaah di masjid.

Khalid ibn Ma’dan dan Luqman ibn ‘Amir dan selain daripada mereka telah memakai sebaik-baik pakaian, dan mengenakan wangian serta mengenakan celak pada mata serta mendirikan malamnya dengan ibadah.

Dan Ishaq ibn Rahuyah bersepakat dengan pandangan mereka terhadap perkara tersebut dan berkata dalam masalah mendirikan malamnya dengan ibadah di masjid secara berjamaah : “Perkara tersebut tidaklah menjadi bid’ah.” Kalam ini dinukilkan oleh Harb Al-Kirmani di dalam kitab Masail nya.

Keduanya :

Sifatnya adalah makruh penghimpunan pada malamnya di masjid untuk melakukan solat serta bercerita dan berdoa. Dan tidak makruh sekiranya seseorang itu melakukan solat secara bersendirian. Ini adalah pandangan Al-Auzaie Imam Ahli Syam dan Ahli Faqeh dan ‘Alim.” -tamat

Kesimpulannya :

Maka menghidupkan malam nisfu Sya’ban sama ada secara berjamaah ataupun secara bersendirian sebagaimana sifat yang masyhur dikalangan orang ramai dan selainnya adalah perkara yang disyariatkan dan tidaklah menjadi bid’ah dan tidaklah menjadi makruh dengan syarat tidak menjadikan amalan tersebut sebagai suatu kemestian dan kewajipan.

Sekiranya amalan tersebut diwajibkan ke atas orang lain serta menghukum kepada mereka yang tidak mengikutinya dengan hukum berdosa maka menghukumkan dengan hukum dosa itu yang menjadi bid’ah kerana mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan RasulNya S.A.W. Inilah makna yang menjadikannya makruh sebagaimana pandangan para salafussoleh terhadap hukum makruh dalam menghidupkan malam nisfu Sya’ban. Adapun menghidupkan malamnya sebagaimana hakikat asalnya maka perkara tersebut adalah disyariatkan dan tidaklah menjadi makruh.

Sumber :

Majalah Minbar Al-Islam, keluaran tahun ke-(68), bil (8) Sya’ban 1430, m/s 136.
dan http://pondokhabib.wordpress.com/